Orang cenderung membuang barang yang rusak atau tidak berguna lagi. Tapi
buat Evan Driyananda dan Attina Nuraini, barang-barang tersebut bisa
jadi media komunikasi yang menembus banyak dimensi.
Dua seniman yang sudah saling mengenal sejak SMA ini memilih jalur berkesenian yang terbilang jarang di Indonesia. Mereka memilih untuk mengubah dan menata ulang berbagai sampah non-organik yang mereka dapatkan. “Istilahnya itu found object atau benda temuan,” kata Evan yang juga merupakan vokalis utama di Morries Chambers Band.
Dua seniman yang sudah saling mengenal sejak SMA ini memilih jalur berkesenian yang terbilang jarang di Indonesia. Mereka memilih untuk mengubah dan menata ulang berbagai sampah non-organik yang mereka dapatkan. “Istilahnya itu found object atau benda temuan,” kata Evan yang juga merupakan vokalis utama di Morries Chambers Band.
Keduanya memulai proyek yang mereka sebut Recycle Experience, disingkat
REEXP, sejak masih berkuliah di Pendidikan Seni Rupa Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Salah satu karya mereka adalah Teen Toys yang masih dipamerkan dalam ajang Outdoor Sculpture Exhibition “Alam Patung” di Bale Pare, Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat, hingga 21 November mendatang.
Salah satu karya mereka adalah Teen Toys yang masih dipamerkan dalam ajang Outdoor Sculpture Exhibition “Alam Patung” di Bale Pare, Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat, hingga 21 November mendatang.
“Ini adalah karya pertama kami untuk di luar ruangan. Ukurannya juga
paling besar. Tingginya lebih dari dua meter,” kata Attina.
Karya itu terinspirasi dari mainan anak-anak berupa robot kaleng yang akan berjalan sendiri bila pegas di belakangnya diputar.
Karya itu terinspirasi dari mainan anak-anak berupa robot kaleng yang akan berjalan sendiri bila pegas di belakangnya diputar.
Sekilas robot yang bagian kepalanya menggunakan corong untuk menuangkan
minyak tanah itu memang benar-benar dibalut kaleng. Apalagi warna
peraknya yang mengingatkan kita akan kaleng kerupuk.
Badan robot terbuat dari drum oli. Kaki dan lehernya terbuat dari kaleng cat ukuran 25 kilogram. Raut mukanya ramah meski kedua matanya diambil dari gir mesin. Kedua lengan yang tersusun dari bekas kaleng cat sablon dan kaleng susu, tampak siap menyalami setiap orang.
“Robot ini juga yang membuat kami bisa dekat dengan masyarakat di sekitar studio, makanya kami sangat senang dengan karya ini,” kata keduanya.
Attina dan Evan sengaja membuat robot itu di halaman depan studio mereka. Maklum, ukurannya besar. Pemandangan studio di komplek Margahayu Raya, Bandung itu menjadi daya tarik buat tetangga karena banyak kaleng berukuran besar.
Badan robot terbuat dari drum oli. Kaki dan lehernya terbuat dari kaleng cat ukuran 25 kilogram. Raut mukanya ramah meski kedua matanya diambil dari gir mesin. Kedua lengan yang tersusun dari bekas kaleng cat sablon dan kaleng susu, tampak siap menyalami setiap orang.
“Robot ini juga yang membuat kami bisa dekat dengan masyarakat di sekitar studio, makanya kami sangat senang dengan karya ini,” kata keduanya.
Attina dan Evan sengaja membuat robot itu di halaman depan studio mereka. Maklum, ukurannya besar. Pemandangan studio di komplek Margahayu Raya, Bandung itu menjadi daya tarik buat tetangga karena banyak kaleng berukuran besar.
Seiring rasa penasaran, satu per satu tetangga dari berbagai usia mulai
sering bercakap-cakap dengan Evan dan Attina yang sedang bekerja.
Sama seperti karya lainnya, pembuatan Teen Toys tidak menggunakan sketsa. Bentuk robot itu hanya ada di pikiran Evan atau Attina. Dan mereka langsung menuangkan ide itu dengan cara memotong dan menyambung bahan-bahan yang ada.
Metodenya dengan membuat penahan badan lalu disambungkan dengan barang-barang yang ada. Tak heran pilihan bahan harus kuat, tebal, dan awet. “Semua berawal dari imajinasi,” terang Evan yang gemar mengumpulkan action figure Ultraman.
Sama seperti karya lainnya, pembuatan Teen Toys tidak menggunakan sketsa. Bentuk robot itu hanya ada di pikiran Evan atau Attina. Dan mereka langsung menuangkan ide itu dengan cara memotong dan menyambung bahan-bahan yang ada.
Metodenya dengan membuat penahan badan lalu disambungkan dengan barang-barang yang ada. Tak heran pilihan bahan harus kuat, tebal, dan awet. “Semua berawal dari imajinasi,” terang Evan yang gemar mengumpulkan action figure Ultraman.
Sikap konsisten membuat karya REEXP diapresiasi banyak pihak. Mulai dari
komunitas pendidikan, aktivis lingkungan, hingga galeri-galeri seni.
“Malah pernah kami diajak untuk demo di depan Gedung Sate menolak
pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah,” ujar Evan sembari
tertawa.
Menurut dia, gagasan pelestarian lingkungan memang tidak bisa dilepaskan dari karya REEXP. Meski setiap karya memiliki konsep berbeda, pesan pelestarian lingkungan itu selalu melekat dengannya.
“Mungkin karya kami dianggap lebih fleksibel untuk orang awam, jadi bisa dikolaborasikan dengan banyak hal,” tutur Attina.
Menurut dia, gagasan pelestarian lingkungan memang tidak bisa dilepaskan dari karya REEXP. Meski setiap karya memiliki konsep berbeda, pesan pelestarian lingkungan itu selalu melekat dengannya.
“Mungkin karya kami dianggap lebih fleksibel untuk orang awam, jadi bisa dikolaborasikan dengan banyak hal,” tutur Attina.
Atas karyanya, REEXP masuk daftar “10 Green Facebook Fan Pages of
Artists Who Make Art From Junk” versi Greenopolis, sebuah situs
lingkungan yang berbasis di Amerika pada tahun 2009. Pada tahun yang
sama, keduanya dianugerahi “Young Change Makers 2009” dari Ashoka
Indonesia.
Selain itu, REEXP juga terpilih sebagai satu dari 20 finalis Bazaar Art Award tahun 2010 lewat karyanya berjudul Manwhelzz.
Ditanya mimpi apa yang belum tercapai lewat REEXP, keduanya menjawab kompak. “Kami tidak ingin terbangun dari mimpi ini.”
Selain itu, REEXP juga terpilih sebagai satu dari 20 finalis Bazaar Art Award tahun 2010 lewat karyanya berjudul Manwhelzz.
Ditanya mimpi apa yang belum tercapai lewat REEXP, keduanya menjawab kompak. “Kami tidak ingin terbangun dari mimpi ini.”
Oleh Tarlen Handayani dan Adim
12:10 PM | 0
komentar | Read More