Wah, Malam Ini Ada Gerhana Pluto!

Written By Agung Setiawan on Senin, 27 Juni 2011 | 8:39 PM

ilustrasi

Jika langit tak mendung, malam ini akan ada fenomena menarik, yakni gerhana Pluto. Sekitar pukul 21.14 WIB, planet kerdil itu akan menggerhanai sebuah bintang dan bayangannya tepat jatuh di Indonesia.

Kepala Observatorium Bosscha Hakim Lutfi Malasan mengatakan, fenomena yang cukup langka di Indonesia itu akan dimanfaatkan untuk meneliti planet terjauh di tata surya tersebut. Dia mengatakan, penelitian tidak hanya dilakukan ITB, namun juga bekerja sama dengan peneliti dari Amerika Serikat.

“NASA punya kepentingan terhadap planet Pluto, karena itu terus diteliti. Bosscha sebagai salah satu lembaga penelitian astronomi terkemuka di Asia Tenggara menyambut hal ini,” ujar Hakim kepada wartawan di Observatorium Bosscha, Senin (27/6/2011) sore.

Dia menjelaskan, fenomena gerhana tersebut terjadi ketika Pluto yang mempunyai orbit dari barat ke timur akan menghalangi sebuah bintang pada pukul 21.14 WIB. Saat menutupi cahaya bintang, bayangannya akan jatuh di sepanjang samudera Pasifik, mulai dari Meksiko hingga Indonesia.

“Tapi tidak seperti gerhana bulan, waktu Pluto menghalangi bintang akan sangat singkat, hanya sekitar 90 detik saja. Karena itu kita menggunakan kamera canggih yang didesain khusus dan sangat sensitif,” jelas Hakim.

Hakim berharap nanti malam langit tidak mendung, sehingga penelitian tersebut akan berhasil. Apalagi ini merupakan pertama kalinya Bosscha meneliti planet Pluto. “Sebenarnya hampir setiap tahun Pluto menggerhanai sebuah bintang, tapi baru kali ini dapat diamati langsung dari Indonesia,” pungkasnya.

Untuk mengamati gerhana Pluto nanti malam, Observatorium Bosscha menyiapkan 8 teleskop.
 
Selain ditempatkan di sekeliling Bosscha di kawasan Lembang Kabupaten Bandung Barat, penelitian pun dilakukan di Kampus ITB, Jalan Ganeca Kota Bandung.

“Kita taruh 7 teropong di sini (Bosscha), satu lagi di Kampus ITB. Karena bisa jadi bayangan pluto itu ternyata tidak tepat jatuh di Bosscha. Jadi kampus yang jaraknya sekitar 15 km dari sini punya peluang juga untuk meneliti ini,” ujar Kepala Observatorium Bosscha Hakim Lutfi Malasan kepada wartawan, Senin (27/6/2011).

Selain itu, ia beralasan penelitian dilakukan di dua tempat untuk mengantisipasi kondisi cuaca yang kurang baik. Apalagi hingga sore tadi, langit di sekitar Bosscha cenderung berawan dan mendung.

Ia mengatakan, untuk di Bosscha pengamatan utama akan menggunakan teleskop Zeiss yang terdapat di dalam Obervatorium. Teleskop berukuran besar itu akan dipasangi kamera Portable High-Speed Occultation Telescope (PHOT) buatan AS.Sementara pengamatan di ITB menggunakan teleskop Celestron. Meski ukurannya lebih kecil, namun Hakim menegaskan hasilnya tidak akan jauh berbeda.

“Sebenarnya bukan ukuran teleskop yang memengaruhi hasil pengamatan, tapi kamera yang digunakan. Karena fungsi teleskop hanya mengumpulkan cahaya. Tapi memang semakin besar hasilnya akan semakin baik,” ujarnya.

Hakim menjelaskan, penelitian tersebut bekerja sama dengan astronom dari Southwest Research Institute AS Mark A Bullock dan John Stransberry dari Steward Observatory. Jika pengamatan tersebut berhasil, hasil penelitian akan diterbitkan dalam jurnal internasional.

Boscha

Penelitian terhadap planet terluar tata surya, Pluto dinilai penting. Meski pada 2006 lalu Pluto dikeluarkan dari keanggotaan planet tata surya, kemiripan dengan bumi menyebabkan astronom tetap menelitinya.
 
Kepala Observatorium Bosscha Hakim Lutfi Malasan menjelaskan, oleh para ahli astronomi Pluto dimasukkan dalam kategori planet terestrial atau planet batuan. Hal itu mirip dengan planet Mars dan Bumi. Pluto pun memiliki atmosfer yang mirip dengan Bumi.

“Pada atmosfer Pluto terkandung nitrogen, dan ini mirip dengan Bumi. Tapi perbedaan suhu di atmosfernya sangat ekstrem, karena garis orbitnya yang lonjong. Jika sedang pada posisi terjauhnya, suhu di Pluto bisa mencapai -300 derajat Celsius,” jelas Hakim di Observatorium Bosscha Lembang Kabupaten Bandung Barat, Senin (27/6/2011).

Dia menambahkan, sejak ditemukan pada 18 Februari 1930 oleh Clyde W Tombaugh, hingga sekarang data penelitian Pluto masih sangat minim. Hasil penelitian sekarang akan sangat bermanfaat bagi NASA, sebagai bahan masukan yang berharga bagi pesawat luar angkasa New Horizons. Pesawat yang diluncurkan pada 2005 lalu itu diprediksi akan mencapai Pluto pada 2015 nanti. “Jika ini berhasil, akan menjadi alarm bagi New Horizons,” jelasnya.

Hakim menjelaskan, fenomena gerhana kali ini menjadi momentum bagi para astronom untuk meneliti struktur Pluto. Tidak seperti pada gerhana bulan, pengamatan Pluto relatif lebih sulit, hanya berupa titik karena saking jauhnya.

“Kita tahu planet tidak memancarkan cahaya. Dengan gerhana ini kita bisa meneliti struktur atmosfer Pluto seperti apa. Dari pola cahaya, bisa diteliti seberapa tebal atmosfer Pluto. Sementara dari warnanya dapat diketahui komposisi atmosfer Pluto terdiri dari apa saja, apakah memiliki oksigen, metan, dan lainnya,” Hakim menjelaskan.

Hakim menambahkan, sebenarnya proses okultasi atau gerhana terjadi pula pada 23 Juni kemarin. Sayangnya, fenomena tersebut hanya dapat diamati di kawasan timur pasifik sepreti Hawaii.
“Dari penelitian kemarin, terungkap bahwa salah satu satelit Pluto yang bernama Charon mirip dengan bulan, karena tidak mempunyai atmosfer. Terungkap juga bahwa atmosfer Pluto cukup signifikan,” jelas dia.

Pada penelitian kali ini, selain mengamati planet Pluto, juga akan diamati satelit Pluto lainnya yang bernama Hydra. “Tapi satelit yang satu lagi, Nix, tetap tidak dapat diamati,” ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Pembaca budiman tolong kolom komentarnya diisi ya Tks before (^_^)